Ada yang membuat penulis tercengan saat berada di Butta Panrita Lopi, Bulukumba. Saat penugasan untuk meliput jalannya pemilihan umum kepala daerah di Bulukumba dengan enam pasangan calon yang bertarung termasuk incumbent 23 Juni 2010 lalu. Bayangan seperti kebanyakan tempat saat meliput tergambar dalam benak, namun kejadian sebaliknya terjadi di sana.
Hampir setiap saat, ketika penulis dan beberapa rekan jurnalis yang ada di Bulukumba saat turun untuk meliput jalannya pilkada, pihak kepolisian turut mendampingi kerja jurnalis.
Awalnya penulis menggangap ini hanya akan berlangsung sesaat. Namun hingga penulis meninggalkan Bulukumba, Polisi yang berinisial NS tersebut tetap setia mendampingi kerja jurnalis. Parasaan dikawal dan seakan mengawasi hingga intervensi hasil kerja jurnalis sempat terbersit dalam pikiran penulis.
Namun keadaan ini ternyata tidak muncul dan berlaku begitu saja. Ada alasan kenapa pihak polresta Bulukumba menurunkan intelnya untuk mendampingi kerja jurnalis di kota tersebut. Banyak kejadian kekerasan kepada jurnalis terjadi di kota ini. Untuk tahun ini saja sekitar dua kajadian kekerasan kepada jurnalis terjadi.
Sikap pemkab Bulukumba memang sangat protektik kepada jurnalis. Hampir semua jurnalis yang ingin mendekati Bupati Andi Sukri Sappewali harus berhadapan dengan ajudannya.
Seperti saat perhitungan cepat dilakukan di kediaman A Sukri Sappewali. Bupati incumben usungan Golkar tersebut terlihat santai berjalan-jalan dikerumunan ribuan orang di kediamannya, namun untuk mendekatinya sangat tidak mudah. Saat penulis berusaha untuk mengambil gambar dari jarak dekat, ajudan beliau langsung memeriksa ID Card penulis.
Cerita dari rekan-rekan jurnalis yang bertugas sehari-hari di kota ini pula mengaku sangat tidak bersahabat dengan pemkab setempat. Bukan hanya itu, para jurnalis di kota ini pula mengaku tidak sembarangan mengucapkan sesuatu ditempat umum. "Bahaya, kita tidak tahu orang-orang disini, bisa langsung menyerang," tandas salah seorang jurnalis TV nasional yang enggang disebutkan namanya.
Surat kabar setempat, Radar Bulukumba, bahkan mengaku, beberapa hari sebelum pilkada, kantor yang berada di tengah kota Bulukumba tersebut pernah di serang oleh orang yang tidak dikenal. Ketika penulis berada disana, bekas kerusakan akibat penyerangan masih terlihat, walau sebagian besar sudah diperbaiki.
Suasana di Bulukumba memang sedikit keras. Diwarung kopi sekalipun, banyak orang yang datang dengan membawa Badik. Jadi tidak mengherankan ketika penulis berada di Bulukumba, hampir setiap saat polisi mendampingi penulis, bahkan untuk menuju ke warung kopi sekalipun penulis diantar polisi.
"Memang ketika ajang pemilihan seperti ini, Bulukumba selalu memanas, bukan hal yang baru lagi jika kekerasa disini sering terjadi saat momen seperti ini," ungkap A Mariattang, legislator Sulsel asal Bulukumba yang datang ke Bulukumba waktu itu.
Hm, suatu pengalaman yang lain dari biasanya. Saat ini entah seperti apa Bulukumba, rasa ingin mengunjungi Butta Panrita Lopi tersebut makin terasa. ()
Tidak ada komentar:
Posting Komentar